LELANG
Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (“PMK 27/2016”), lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.
Pengumuman Lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan adanya Lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan.
JENIS LELANG
Pasal 5 PMK 27/2016 membedakan lelang menjadi tiga, yaitu:
LELANG EKSEKUSI adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.Jenis lelang ini merupakan penjualan umum untuk melaksanakan atau mengeksekusi putusan atau penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan putusan pengadilan, seperti Hipotek, Hak Tanggungan, atau Jaminan Fidusia.Jenis atau bentuk lelang inilah yang dimaksud Pasal 200 ayat (1) Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) /Pasal 215 RGB
Penjualan di muka umum barang milik tergugat (tereksekusi) yang disita Pengadilan Negeri;
Penjualan dilakukan Pengadilan Negeri melalui perantaraan Kantor Lelang.
Prosedur atas Lelang Eksekusi tersebut adalah sebagai berikut:
Pra Lelang
Pengajuan permohonan tertulis perihal eksekusi kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (“KPKNL”)[6], yang merupakan instansi pemerintah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan. Dalam hal ini Bank juga dapat meminta menggunakan jasa Pra Lelang dari Balai Lelang Swasta
KPKNL/Balai Lelang Swasta akan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen lelang, yaitu termasuk namun tidak terbatas pada Perjanjian Kredit, Sertipikat Hak Tanggungan, Bukti perincian utang jumlah debitur, bukti peringatan wanprestasi kepada debitur, bukti kepemilikan hak, bukti pemberitahuan pelelangan kepada debitur
Setelah dokumen tersebut di atas dianggap lengkap, maka KPKNL akan mengeluarkan penetapan jadwal lelang secara tertulis kepada Bank
Bank melakukan Pengumuman Lelang.
Jika barang yang dilelang adalah barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak, maka pengumuman dilakukan sebanyak 2 kali, berselang 15 hari. Pengumuman pertama dapat dilakukan melalui pengumuman tempelan yang dapat dibaca oleh umum atau melalui surat kabar harian. Tetapi pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan 14 hari sebelum pelaksanaan lelang.
Jika barang yang dilelang adalah barang bergerak[9], pengumuman dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 6 (enam) hari kalender sebelum pelaksanaan lelang, kecuali Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berupa:
barang yang lekas rusak/busuk atau yang membahayakan atau jika biaya penyimpanan barang tersebut terlalu tinggi, dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari kalender tetapi tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari kerja; dan
ikan dan sejenisnya hasil tindak pidana perikanan dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari kalender tetapi tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari kalender.
Bank melakukan pemberitahuan lelang kepada debitur.
Pelaksanaan Pelelangan
Apabila terdapat potensi keberatan/penolakan atau bahkan gugatan dari debitur/ tereksekusi, maka Bank pada prakteknya akan mengupayakan alternatif pelaksanaan lelang dengan fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri. Dimana Pengadilan Negeri akan menyampaikan aanmaning kepada debitur agar debitur datang menghadap pada hari yang ditentukan dan melaksanakan kewajibannya pada Bank, apabila aanmaning tidak dipatuhi oleh debitur, maka Pengadilan Negeri akan melakukan sita eksekusi atas jaminan debitur tersebut.
Jadi, khusus lelang barang sitaan berdasarkan putusan pengadilan, disebut dengan “lelang eksekusi”. Termasuk juga ke dalamnya dokumen yang disamakan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, seperti Sertifikat Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. Pokoknya, setiap penjualan umum yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, disebut lelang eksekusi.
Syarat pokok yang melekat pada lelang eksekusi berdasarkan Pasal 200 ayat (1) HIR/RBG, eksekusi didahului dengan sita eksekusi (executoriale beslag, executory seizure). Dengan demikian, penjualan itu dilakukan terhadap barang tergugat yang telah diletakkan di bawah penyitaan.
LELANG NON-EKSEKUSI WAJIB adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang. Jenis lelang ini merupakan penjualan umum di luar pelaksanaan putusan atau penetapan pengadilan yang terdiri dari :
Lelang barang milik/dikuasi negara;
Lelang sukarela atas barang milik swasta.
LELANG NON-EKSEKUSI SUKARELA adalah Lelang atas Barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela.
____________________________
Pada dasarnya, kreditur pemegang jaminan kebendaan memiliki hak untuk mengeksekusi barang jaminan untuk dijual secara lelang guna pembayaran utang debitur jika debitur lalai melaksanakan kewajibannya berdasarkan perjanjian kredit atau biasa disebut dengan wanprestasi. Pemberian hak kepada kreditur untuk mengeksekusi jaminan kebendaan yang diberikan oleh debitur dapat kita lihat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) serta beberapa peraturan perundang-undangan berikut ini:
Pasal 1155 KUHPer: Kreditur sebagai penerima benda gadai berhak untuk menjual barang gadai, setelah lewatnya jangka waktu yang ditentukan, atau setelah dilakukannya peringatan untuk pemenuhan perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan jangka waktu yang pasti.
Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”): yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).
Pasal 6, Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah: yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).
Jaminan fidusia harus didaftarkan oleh penerima fidusia atau kuasanya kepada Kantor Pendaftaran Fidusia selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia yang mencantumkan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia Penerima Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia, selanjutnya Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan Pernyataan Perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia.
Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar.
Jaminan fidusia dapat dialihkan kepada kreditor baru, dan pengalihan tersebut harus didaftarkan oleh kreditor baru kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara:
Pengalihan hak atas piutang juga dijamin dengan fidusia yang mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada Kreditur baru.
Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak (Iihat Pasal 29 UU No. 40 Tahun 1999).
Prosedur dan tatacara eksekusi selanjutnya dilakukan seperti dalam eksekusi hak tanggungan
CARA-CARA EKSEKUSI SESUAI UUHT
Berdasarkan permasalahan dimaksud diatas berikut kami sampaikan tinjauan yuridis sesuai Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT).
Bahwa berdasarkan pasal 20 UUHT sesungguhnya dapat kita temukan bahwa pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dengan tiga cara sebagai berikut :
Eksekusi berdasarkan pasal 6 UUHT, yakni apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan. (vide pasal 20 ayat 1 huruf (a) UUHT).
Eksekusi berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang HakTanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya. (vide pasal 20 ayat 1 huruf (b) UUHT).
Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (vide Pasal 20 ayat 2).
Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan pasal 6 UUHT.
Sesuai pasal 6 UUHT jo pasal 20 ayat 1 huruf (a) maka pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.
Artinya, bahwa pelaksanaan lelang berdasarkan Pasal 6 UUHT merupakan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang (ex lege) kepada pemegang hak tanggungan pertama untuk melakukan penjualan melalui pelelangan umum atas aset yang dijadikan sebagai jaminan apabila debitor cidera janji.
Dengan demikian undang-undang memberi kewenangan kepada kreditor untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan tanpa memerlukan persetujuan pihak manapun.
BIAYA & PROSES